- Judul: Sansheng, Wangchuan, Wu Shang 三生,忘川无殇
- Judul Inggris: San Sheng, Death Exists Not at the River of Oblivion
- Penulis: 九鹭非香 (Jiu Lu Fei Xiang)
- Genre: Xianxia, Romance, Supernatural, Comedy, Fantasy
- Jumlah bab: 15+epilog+3 cerita bonus
Sinopsis Novel Sansheng, Wangchuan, Wu Shang
Sansheng adalah seorang makhluk spiritual yang berasal dari sebuah batu di tepi sungai Wangchuan. Awalnya dia mengira dia akan menjaga sungai Wangchuan seumur hidupnya. Tetapi tak disangka sebuah Ujian Asmara justru membuyarkan harapannya.
Pertama kali ia berjumpa dengan lelaki yang berhati hangat dan lembut ibarat batu giok itu, cahaya matahari dari Alam Fana bersinar terang menerangi bunga-bunga Amarilis di sepanjang tepi sungai di Alam Arwah. Pria tersebut menjanjikan kepadanya tiga masa kehidupan. Dan dia menjalani tiga masa kehidupan itu di Alam Fana.
Namun ternyata…..Ujian Asmara menerpanya di tiga masa kehidupan itu, sekaligus juga mengacaukan kehidupan Moxi. Nah…..lalu empunya cerita lewat….kata beliau plot cerita ini memang terdengar sangat pahit, tetapi sebenarnya ini adalah cerita ringan. Penulis bukanlah seseorang yang kejam…..cerita ini tidak panjang bertele-tele, boleh dicoba baca.
Review Novel Sansheng, Wangchuan, Wu Shang
Akhirnya selesai juga terjemahan buku Sansheng….\(~o~)/. Belum beneran selesai sih, karena masih ada 3 cerita bonus, yang isinya gak kalah menariknya dengan cerita inti. Dua kisah tentang bagaimana kehidupan Moxi di Alam Fana setelah ditinggal Sansheng, dan satu cerita tentang bagaimana kehidupan mereka setelah akhirnya bersama-sama.
Pertama-tama aku mau share dulu sih, kenapa ingin menerjemahkan novel Sansheng ini. Simpel aja alasannya, karena novel ini bisa dibilang sangat berkesan dari sekian novel Cina yang pernah aku baca. Belum lagi karena bab nya gak terlalu panjang, jadi pas untuk coba-coba pertama kali menerjemahkan novel. Selain itu, aku suka dengan bahasa Cina, jadi dengan menerjemahkan novel seperti ini ibarat menjalani dua hobi sekaligus.
Seperti dalam pepatah bagus dalam bahasa Indonesia, sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Atau sekali tepuk dua lalat. Dan juga sekali melempar batu dua burung yang kena. Perlu gak sih semua peribahasa Indonesia yang maknanya sama dituliskan semua disini?
Aku juga sangat mengapresiasi keindahan kata-kata, baik kata-kata dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Cina. Jadi dalam proses menerjemahkan novel ini, aku sangat memberikan perhatian dalam mengartikan dengan menggunakan kata-kata yang tepat. Semoga hasilnya sesuai ya, novelnya jadi enak dibaca dan dipahami. Kalau ternyata enggak, ya gak ada pilihan lain, cuma ada yang ini aja hehe.
Karakter dan Jalan Cerita Yang To The Point
Kembali ke cerita Sansheng, yang aku suka dari novel ini tepatnya adalah karena karakter Sansheng ini sendiri. Dia begitu unik, rasional, praktis dan efisien. Makin kesini deskripsi Sansheng jadi mirip iklan rice cooker. Tapi kualitas inilah yang aku kagumi pada Sansheng. Sansheng kuat, percaya diri dan berterus terang, baik dalam ucapan (sayangnya) dan dalam perbuatan.
Cerita ini juga berjalan cepat, tidak banyak bertele-tele dan plot cerita yang dihadirkan selalu menarik minat pembaca untuk tetap lanjut membaca sampai akhir. Cara penceritaannya pun begitu menarik, jenaka dengan humor-humor yang tidak terduga. Semoga citarasa humor ini masih bisa dinikmati juga dalam versi terjemahan Indonesianya ya.
Kisah ini diceritakan dari sisi Sansheng, sudut pandang Sansheng, opini Sansheng. Perlu diingat lagi bahwa Sansheng adalah makhluk spiritual dari Alam Arwah yang berumur lebih dari seribu tahun. Sebelum dia diberikan tiga masa kehidupan, dia belum pernah pergi ke Alam Fana dan tidak kenal dengan adat kebiasaan, budaya, mentalitas maupun persepsi manusia fana yang menjalani kehidupan pendek mereka. Jadi tentu saja cara berpikir Sansheng bisa dibilang tidak ortodoks dibandingkan manusia pada umumnya.
Daya tarik terbesar dari cerita ini adalah unsur komedinya yang mampu membuat pembaca terpingkal-pingkal (seperti aku), unsur romansanya yang membuat pembaca jadi ingin disayang seperti itu juga (uhuyy baper), dan unsur tragedinya yang membuat pembaca (dan penerjemah) termangu berhari-hari.
Tapi cerita ini berakhir bahagia kok, jadi patut dibaca untuk menambah warna warni kehidupan haha.
Banyak bocoran dalam paragraf-paragraf berikut, alias spoilers, kalau mau baca, tanggung sendiri akibatnya.
Kisi-kisi Dari Jalan Cerita
Mengikuti alur cerita yang diceritakan oleh Sansheng, meskipun ia adalah karakter yang percaya diri, uniknya kita sebagai pembaca, di kebanyakan waktu justru tidak tahu kalau penampilan Sansheng begitu cantik rupawan. Terus terang aku baru sadar akan hal ini ketika Sansheng bercerita ada begundal yang masuk ke rumah untuk ganggu-ganggu dia pada masa kehidupan dia yang pertama dengan Moxi. Selain itu juga waktu dia dilecehkan oleh si tuan muda ketiga Guan, dari sini kita baru tahu kalau Sansheng itu cantik.
Ini adalah salah satu pesona novel ini yang aku suka, yang terasa beda dengan novel Cina lainnya. Di novel-novel lain yang pernah kubaca, daya pikat para pemeran utama dipuja puji berulang kali dan sampai dilantunkan dalam puisi, hampir di setiap saat si pemeran utama tersebut muncul. Bahkan terkadang bisa membuat yang baca jadi agak-agak mual dipropaganda terus menerus.
Bagus dan menarik sih dari sisi sastra, dan bisa juga untuk menambah wawasan ngegombal di kemudian hari untuk pacar atau pasangan kita. Cuma waktu pertama kali membaca hal yang berbeda di cerita Sansheng, rasanya menyegarkan aja.
Sansheng selalu mengeluh tentang bagaimana susahnya bagi sebuah batu untuk menumbuhkan rambut, jadi dalam bayanganku tadinya entah kenapa dia itu justru tampilannya kayak Cuplis gitu ʘ‿ʘ, ternyata aku salah paham.
Ini Cuplis
Deskripsi Adalah Nilai Tambah
Yang menarik juga adalah cara Sansheng mendeskripsikan Moxi; pria berhati hangat dan lembut ibarat batu giok 温润如玉的男子 Wēnrùn rú yù de nánzǐ. Sansheng menyukai hati Moxi, bukan hanya rupanya. Meskipun kegagahannya adalah yang pertama kali menarik hati Sansheng juga sih. Tetapi Sansheng ternyata selalu mengenang Moxi karena hatinya. Sansheng bukan wanita berpikiran dangkal (^ω^)
Moxi bilang Sansheng adalah pemberani, ini terlihat jelas dari beberapa kali Sansheng rela berkorban demi Moxi tanpa pikir panjang. Tapi Sansheng juga bukan seseorang yang gegabah, dia akan mundur kalau dia tahu dia tidak akan bisa menang.
Menariknya adalah tiap kali Sansheng menimbang-nimbang akan suatu situasi. Dia selalu berpikir dari sisi apa yang terbaik untuk Moxi, tanpa menghiraukan keselamatannya sendiri. Oleh karena itu, pesan dari cerita ini agar kita menyayangi diri sendiri terlebih dahulu sebelum kita mencintai orang lain, adalah pesan yang bagus.
Aku suka kedewasaan penulis yang menulis cerita ini di tahun 2015. Aku juga ada baca karya dia yang lain ‘Seven Unfortunate Lifetimes, All Thanks To A Single Moment of Impulse’, panjang bener ya judulnya, padahal judul aslinya pendek 一时冲动,七世不祥Yīshí chōngdòng, qī shì bùxiáng ¯\_◉‿◉_/¯ Sayangnya karakter di buku yang ini kurang menawan hati kalau menurutku ya. Padahal novel yang ini keluar setelah cerita Sansheng.
Mungkin bagian yang membuat aku sedikit risih di cerita ini adalah bagaimana Sansheng melakukan grooming kepada Moxi di dua masa kehidupan mereka. Grooming ini adalah istilah yang digunakan saat para pedofil ‘mempersiapkan’ mangsanya. Bahaha Sansheng…..! Sansheng memang jahil, dan Sansheng memang oportunis, tapi ini masih merupakan daya pesona Sansheng.
Harus kembali diingat bahwa Sansheng adalah makhluk spiritual yang berumur ribuan tahun. Dia tidak kenal tata krama, adat kebiasaan dan norma-norma manusia di Alam Fana. Karena itu, cara berpikir dia tidak bisa dinilai dengan konteks normal. Lagipula, dia selalu melihat Moxi sebagai Moxi, pria yang memang sudah diincarnya sejak awal, target operasi nya sejak pertama kali datang ke dunia.
Tidak peduli wujud Moxi masih berupa bayikah atau anak kecilkah atau apa, sejak awal dia selalu melihat Moxi sebagai pria yang pertama kali ditemuinya di tepi sungai Wangchuan. Perasaan Sansheng ke Moxi sejak awal memang sudah perasaan romantis, sekianlah pembelaanku untuk Sansheng hehe. Menurut kamu bagaimana?
Di sisi lain, karakter Moxi diungkapkan kepada pembaca setahap demi setahap di tiap masa kehidupannya dan di tiap kesempatan Sansheng bisa berjumpa dengannya. Moxi berhati lembut di kehidupan pertama, Moxi berhati hangat di kehidupan kedua dan Moxi berhati teguh di kehidupan ketiga. Lalu di semua kehidupan tersebut, termasuk Moxi dalam jati dirinya yang sebenarnya, dia adalah seseorang yang setia. Beuuuhhh….udah baper belum?
Akhir Kata
Ya ampun ini jadi kayak kata-kata penutup proposal mengajukan panggung dangdut ke kelurahan hahaha..
Yang paling sering aku kenang dari cerita ini adalah momen-momen romantisnya, benar-benar membuat haru. Ketika Sansheng memanggil nama Moxi, ketika Moxi memanggil nama Sansheng dan juga ketika Sansheng mengucapkan kepada Moxi: “Moxi, semoga hidupmu penuh dengan kedamaian.” 陌溪,一世长安 Mò xī, yīshì cháng’ān membuat mataku jadi becek.
Saatnya juga untuk aku ungkapkan dengan jujur di sini. Ketika Moxi berkata kepada Sansheng: “Sansheng, tak ada kematian di Sungai Melupakan” 三生,忘川无殇 Sān shēng, wàng chuān wú shāng yang mana ini adalah judul dari buku ini, aku sebenarnya gak betul-betul paham makna dari perkataan ini hahahaha.
Apakah maksudnya karena Sansheng, pribadi yang penuh dengan gelora kehidupan, terlahir dan tumbuh di sungai Wangchuan, maka tidak ada istilah sungai Wangchuan adalah tempat berasalnya kematian, ataukah ada makna lain di sana, aku benar-benar tidak tahu ٩(ˊᗜˋ )و . Mohon sharing ya kalau kamu terinspirasi makna lain dari kata-kata ini.
Habis ini aku akan lanjutkan 3 cerita bonus dari novel ini, lalu nanti akan aku terjemahkan lagi cerita lain dari novel yang kusukai juga. Terimakasih sudah bersedia membaca. Semoga review ini informatif, dan yang paling penting semoga kamu terhibur.