- Judul Asli Novel: 勿扰飞升 (Wù rǎo fēishēng)
- Judul Bahasa Inggris: Ascending, Do Not Disturb
- Penulis: 月下蝶影 (Yuè xià dié yǐng)
- Terjemahan / Translation: Indonesia
- List Chapter:
- Ascending, Do Not Disturb (Chapter 1)
- Ascending, Do Not Disturb (Chapter 2)
- Ascending, Do Not Disturb (Chapter 3)
- Ascending, Do Not Disturb (Chapter 4)
- Ascending, Do Not Disturb (Chapter 5)
- Ascending, Do Not Disturb (Chapter 6)
- Ascending, Do Not Disturb (Chapter 7)
- Ascending, Do Not Disturb (Chapter 8)
- Ascending, Do Not Disturb (Chapter 9)
- Ascending, Do Not Disturb (Chapter 10)
- Ascending, Do Not Disturb (Chapter 11)
- Ascending, Do Not Disturb (Chapter 12)
- Ascending, Do Not Disturb (Chapter 13)
- Ascending, Do Not Disturb (Chapter 14)
- Ascending, Do Not Disturb (Chapter 15)
- Ascending, Do Not Disturb (Chapter 16)
- Ascending, Do Not Disturb (Chapter 17)
- Ascending, Do Not Disturb (Chapter 18)
- Ascending, Do Not Disturb (Chapter 19)
- Ascending, Do Not Disturb (Chapter 20)
- Ascending, Do Not Disturb (Chapter 21)
Bab 3: Dunia Kultivasi
Di ruang kerjanya, Kaisar Jinghong dan para pejabat kepercayaan beliau mulai membuat konsep untuk mencatat peristiwa ‘Dewa Turun ke Bumi’.
“Tuhan melihat paduka kaisar seseorang yang penuh kebajikan. Demi menjaga kedamaian di negeri, paduka kaisar khusus mengutus Putri Pingning untuk melayani dewa…..”
Angin kencang tiba-tiba berhembus, jendela yang tertiup angin berderit-derit. Pundak Perdana Menteri yang berniat untuk menuliskan dalam pesannya kepada dunia dengan isi yang menyanjung kaisar dan merendahkan pencapaian Putri Pingning, bergetar. Sembari mencengkram jenggotnya yang melambai-lambai tertiup angin, ia mengubah kata-katanya: “Dewa melihat Putri Pingning berparas murni polos dan berbudi luhur, dan memiliki karma dengan keabadian, maka Yang Mulia Putri Pingning dijadikan makhluk abadi.
Yang Mulia Putri Pingning tumbuh besar di bawah bimbingan kaisar dan permaisuri, ia adalah seorang anak yang baik dan menawan, kaisar dan permaisuri sangat menyayanginya. Ini adalah buah dari akumulasi kebajikan dan perbuatan baik, paduka kaisar sangat gembira dan khusus mendirikan kuil Dewi Pingning, untuk mendoakan Dewi Pingning dan seluruh negeri…….”
Angin seketika langsung berhenti, selain dari jendela yang terbuka karena tertiup angin, tidak ada bekas lain apapun yang tersisa.
Baik Kaisar dan para pejabat yang ada di ruangan diam-diam menghembuskan napas lega, Kaisar Jinghong batuk sedikit lalu berkata: “Perintahkan Kementrian Pekerjaan Umum untuk memperbaiki makam kaisar dan permaisuri dinasti sebelumnya. Anggaplah zhen membantu Putri Pingning menunaikan kewajibannya untuk berbakti kepada orang tua.”
“Paduka sungguh murah hati.”
Wajah Kaisar Jinghong tersenyum kecil, tetapi dalam hati ia justru menghela napas. Dia bisa apalagi, ia takut jika yang dikerjakannya tidak cukup, maka Tuhan akan memberikan hukuman kepadanya dan seluruh negeri. Ya sudahlah, menjadi seorang lelaki harus mengerti kapan harus merendah dan kapan harus meninggikan martabat (TN: fleksibel). Kaisar yang hanya mementingkan muka bukanlah seorang raja yang baik.
Lagipula, ribuan tahun kemudian, siapa yang masih tahu dengan jelas apakah ia dan Putri Pingning memiliki hubungan kasih sayang orang tua dan anak atau tidak. Jika banyak orang yang membicarakannya, banyak-banyak dicatat di buku sejarah, maka banyak orang yang akan mempercayainya.
Saat ini Kong Hou sama sekali tak tahu, bahwa Kaisar Jinghong yang sebelumnya maha agung dan bahkan membuat dia merasa sedikit takut, sedang memutar otak untuk membangun koneksi dengannya. Dengan baik dan menurut, ia bersandar pada pundak Wang Tong, sembari mencuri-curi pandang melihat ke bawah, sayang di bawah gelap gulita, tidak ada apapun yang bisa terlihat.
Tiba-tiba, ia melihat tidak terlalu jauh di depan terdapat gerbang perak yang terbuka, apakah ini gerbang istana dewa?
Wang Tong menoleh kebawah dan melihat gadis kecil dalam dekapannya, lalu ia menarik jubah pada gadis kecil itu agar lebih rapat sedikit: “Setelah kita melewati gerbang ini, kita sampai pada Dunia Lingyou.”
Ketika mereka melalui gerbang perak itu, Kong Hou merasakan tubuhnya sedikit melayang. Saat ia membuka matanya, gerbang perak sudah menghilang tidak terlihat lagi. Di langit, bulan memudar namun bintang-bintang justru bersinar terang. Angin malam berhembus menyentuh pipinya, memberikan kesejukan, tetapi tidak terasa dingin.
Yang paling membuatnya terkesima adalah ada kereta kuda di langit, dan di kereta kuda tersebut terdapat lentera berwarna merah. Gemerincing lonceng terdengar sangat menyenangkan di telinga, Kong Hou tak tahan untuk terus melihatnya. Kereta kuda cepat berlalu dan menghilang dari pandangan, dia menatap ke sebelah kiri dengan perasaan sedikit kecewa.
Ada beberapa orang yang melayang di langit; beberapa di antara mereka menapak di atas pedang, ada juga beberapa yang menapak pada suatu senjata yang aneh, bahkan ada juga yang menapak pada…..cangkul dan pengki?
Pria paruh baya yang menapak di atas pengki melihat tatapan mata Kong Hou. Ia tiba-tiba tersenyum dan segera merapat: “Rekan Tao (10), sedang membawa yang muda untuk bermain di dunia fana? Tahun ini adalah perayaan malam tahun baru sepuluh ribu bintang yang langka selama seribu tahun. Bagaimana kalau membelikan yang muda sekotak kue untuk dicoba selagi masih segar?” Begitu ia selesai bicara, dia mengeluarkan satu kotak kayu, isinya penuh dengan kue, ajaibnya adalah kue-kue ini berkelap kelip, terlihat seperti bintang di langit.
10. Tepatnya kata yang di gunakan adalah 道友 Dào yǒu yang artinya adalah rekan sesama pengikut aliran Tao.
Wang Tong menunduk dan melihat wajah Kong Hou yang begitu penasaran, sejenak dia merasa ragu: “Berapa harganya?”
“Sekotak seharga 3 batu spiritual, dua kotak 5 batu spiritual.”
Wang Tong menatap kue di tangan pria paruh baya itu cukup lama, lalu ia menggelengkan kepalanya: “Gak usah.” Setelah berucap, ia mengangkat Kong Hou dan terbang dengan cepat tanpa menghiraukan seruan pria tadi. Ketika mereka tidak bisa melihat pria itu lagi, barulah Wang Tong mendarat. Ia turunkan Kong Hou dari dekapannya lalu menggandeng tangannya: “Makanan di luar tidak bersih, saat ini kamu tidak memiliki kultivasi, kalau makan itu, tidak baik untuk tubuh.”
“Mmn.” Kong Hou menganggukkan kepala dengan teguh, ia percaya penuh terhadap perkataan dewa. Dia mengangkat kepalanya dan melihat ke depan, di depan ada sebuah gerbang yang tinggi. Di atasnya berukirkan kata Yong Cheng (TN: Kota Harmonis). Di malam hari dua kata ini memancarkan cahaya yang menyilaukan.
Yang paling membuat Kong Hou terkejut bukanlah dua kata ini, tetapi jalanan yang terang benderang di balik gerbang itu, dan juga kereta kuda, perahu dan orang-orang yang berterbangan di langit.
“Dewa, di sini….adalah tempat tinggal para dewa dewi ya?” Kong Hou membelalakkan matanya. Ia dongakkan kepalanya dan melihat seorang wanita cantik mengenakan pakaian yang indah terbang melintas di atas. Ia berkhayal, suatu hari nanti ia juga akan bisa seperti dewa dewi ini, bisa terbang di langit.
Kemampuan untuk terbang merupakan impian banyak anak kecil, termasuk Kong Hou.
“Di sini tidak ada dewa, di sini adalah kota Yong Cheng yang berada di Dunia Lingyou.” Wang Tong menggandeng tangan Kong Hou dan masuk melewati gerbang yang tinggi itu, mengajaknya untuk benar-benar memasuki dunia ini.
Pejalan kaki yang berlalu lalang, lentera yang menyala terang. Di sini terasa seperti sedang berada di ibu kota yang ramai. Tetapi kereta kuda dan perahu yang berterbangan di langit membuat Kong Hou tersadar bahwa di sini bukanlah ibu kota.
“Di sini ada manusia fana biasa dengan bakat kemampuan biasa, dan tidak bisa berlatih ilmu kultivasi. Di sini juga ada orang-orang dengan meridian (11) yang istimewa dan menempa ilmu berlatih kultivasi. Wang Tong belum pernah mengajak anak kecil dan ia juga tidak tahu bagaimana caranya berinteraksi dengan anak kecil. Karena ia melihat Kong Hou sepertinya penasaran, maka ia terus terang menjelaskan demikian.
11. Dalam tradisi pengobatan tradisional Cina, Qi dipercaya mengalir melalui jalur di tubuh yang disebut meridian.
“Di sini adalah Dunia Kultivasi yang sering dibicarakan di dalam legenda, tetapi aku bukan lah Maha Dewa yang kalian sebutkan itu. Melainkan hanyalah seorang kultivator biasa yang berlatih ilmu kultivasi.” Wang Tong teringat akan khayalan Kong Hou yang mengira dewa datang untuk menjemputnya, namun ia melihat tatapan Kong Hou yang seperti memujanya dan hatinya menjadi lunak, “Aku berhutang sebuah karma kepadamu, kalau kamu memilki bakat kemampuan untuk berlatih, aku akan menjadikanmu sebagai murid.”
“Kalau bisa berlatih, nantinya akan menjadi dewa kah?” Kedua mata Kong Hou menyala terang dalam gelap.
Tidak bisa, dalam hampir seribu tahun di Dunia Lingyou, tidak ada siapapun yang naik ke kahyangan menjadi dewa!
“Jelas saja.” Wang Tong berlutut dan mengusap kepala si gadis kecil, “Selama kamu serius berlatih, dan meluruskan hati pasti akan ada kesempatan untuk naik ke kahyangan.”
Dia bukan sedang membohongi anak kecil, melainkan berlaku sebagai tetua yang sedang berbaik hati memberikan motivasi.
Mengamati Kong Hou yang baru datang di Dunia Kultivasi dan merasa penasaran terhadap segala hal, Wang Tong berjalan perlahan sembari menggandeng Kong Hou. Kong Hou melihat ada bunga yang bergerak meskipun tidak ada angin, ada binatang yang dapat berbicara bahasa manusia, bahkan ada burung nuri yang bisa menyemburkan air.
Di tengah perjalanan, Wang Tong melihat Kong Hou memandang sekilas beberapa kali ke arah beberapa kelinci yang gemuk, lalu ia berkata: “Kelinci biasa jenis ini tidak cocok dijadikan peliharaan. Nantinya jika kamu tidak berencana untuk berlatih ilmu menjinakkan binatang buas, baiknya jangan pelihara binatang. Bisa menjadi mudah terganggu kosentrasinya.”
Kong Hou menarik kembali pandangannya lalu ia menggelengkan kepala: “Tidak pelihara binatang.”
Ia menjilati sudut bibirnya. Kelinci ini terlihat pas ukurannya, kalau dipanggang pasti lezat. Tahun lalu ada seorang selir di istana yang marah dan membanting seekor kelinci sampai mati. Kong Hou ingin memungutnya untuk kemudian dipanggang dan dimakan. Siapa sangka, para pelayan istana dan kasim gerakannya lebih cepat semua dari dia, bahkan ia menyentuh bulunya pun tidak.
“Anak baik.” Wang Tong menepuk-nepuk kepala Kong Hou. Suasa hati Wang Tong terasa segar dan jernih. Calon murid terakhirnya ini, tampaknya bukan pembuat masalah, soal bakat kemampuannya bagaimana sudah tidak penting lagi, yang penting adalah baik dan penurut.
Dengan kemunculan Kong Hou, ia merasakan harapan baru terhadap makhluk yang disebut anak-anak ini.
Tetapi setelah maju beberapa langkah, ia melihat Kong Hou masih menatap kelinci itu lekat-lekat. Maka setelah bergelut di dalam hati, ia memijat kepalanya dan berkata: “Kalau kamu sudah menemukan sesuatu yang benar-benar disukai, ya belilah.”
Calon muridnya ini toh masih kecil, tidak apa-apa mengikuti keinginannya sekali-sekali. Lagipula kelinci hanya makan rumput, tidak menghabiskan jatah makan.
Kong Hou hanya menggelengkan kepalanya: “Tidak usah beli.”
“Bocah ini.” Wang Tong berlutut dan memandang Kong Hou dengan serius, “Anak kecil memiliki hak untuk berkeras hati. Setelah kamu dewasa nanti, Guru (12) tidak akan menurutimu lagi.” Dia merogoh-rogoh badannya dan mengeluarkan dua buah batu spiritual lalu memberikannya ke tangan Kong Hou, “Beli sana.”
12. 为师 Wéi shī adalah sebutan orang ketiga untuk seorang guru.
Sembari menggenggam dua buah batu hangat berwarna biru di tangannya, Kong Hou menggelengkan kepalanya dan meraih tangan Wang Tong: “Guru, aku tidak ingin memelihara kelinci.”
“Kalau begitu pelihara anjing?” Wang Tong menunjuk ke arah anjing kecil di dalam kurungan di sebelahnya, “Anjing ini terlihat lebih bagus daripada kelinci.” Meskipun anjing membutuhkan biaya makanan lebih besar, tetapi jika murid kecil menyukainya, maka dia rela.
Kong Hou tetap menggelengkan kepalanya dan mengembalikan batu spiritual ke telapak tangan Wang Tong sembari menunjuk papan kios yang berada tidak jauh dari situ: “Guru, kita beli ini saja.”
Wang Tong menoleh dan melihat ke arah sebuah kios yang menjual daging panggang. Kios tersebut bertuliskan “Seekor kelinci panggang seharga 20 koin giok,” harganya hanya seperlima dari seekor kelinci hidup.
Wang Tong baru paham, ternyata murid kecil memandangi kelinci bukan karena ingin punya peliharaan tetapi karena ingin makan dagingnya. Ia meletakkan kembali sebuah batu spiritual ke tangan Kong Hou dan dengan lantang melambaikan tangannya: “Belilah sana.”
Tak lama, Kong Hou kembali dengan membawa dua ekor kelinci panggang. Karena penampilannya menggemaskan dan juga bicaranya manis, pemilik kios memberikan dia bonus sepotong sayap ayam panggang.
“Guru, ini untukmu.” Dengan berseri-seri Kong Hou memberikan seekor kelinci panggang yang lebih besar dan sayap ayam panggang tadi kepada Wang Tong. Setelah Wang Tong menerima kelinci panggang itu, Kong Hou juga mengembalikan kembalian yang diterimanya dari pemilik kios sebanyak 60 koin giok.
“Enak sekali.” Kong Hou yang merasa sedikit lapar menggigit potongan besar daging kelinci, kemudian mengendus sembari menatap bonus sayap ayam di tangan Wang Tong, “Pemilik kios adalah orang yang baik.”
“Mmn.” Wang Tong tersenyum, ia tidak memberi tahu Kong Hou bahwa ada dua keping uang palsu dalam uang kembalian dari pemilik kios. Ia masukkan koin-koin giok ke dalam kantongnya, kemudian menggulung lengan baju dan menundukkan kepalanya untuk mulai makan daging kelinci.
Pada perayaan malam tahun baru sepuluh ribu bintang yang langka selama seribu tahun, Kong Hou yang baru tiba di Dunia Kultivasi akhirnya bisa memakan seekor kelinci panggang. Dia mengangkat kepalanya dan menatap langit yang mempesona, hatinya merasa senang, Dunia Kultivasi sangat indah.
“Ini untukmu.” Wang Tong memberikan sayap ayam panggang tadi kepada Kong Hou, “Aku tidak suka makan ini.”
“Terimakasih Guru.” Kong Hou membuka lebar mulutnya dan menggigit sayap ayam yang diberikan Wang Tong. Wajahnya yang penuh noda minyak memperlihatkan senyumnya yang cemerlang.
Melihat senyuman ini, Wang Tong berpikir, sungguh seorang anak yang cantik penampilannya dan baik perilakunya. Jangankan sayap ayam, meskipun itu sayap burung merak ataupun sayap burung phoenix, dengan mempertaruhkan nyawapun ia akan memberikannya kepada Kong Hou.
Permasalahan satu-satunya adalah, meskipun ia mempertaruhkan nyawa…..tetap saja tidak bisa mendapatkannya.
Duar.
Tiba-tiba terdengar suara ledakan hebat di angkasa, Kong Hou terperanjat. Tanpa memperdulikan noda minyak di tangannya, Wang Tong mengulurkan tangannya dan melindungi Kong Hou: “Murid yang baik, jangan takut, ini adalah kembang api untuk malam tahun baru.”
Pada saat ini dia sudah tidak mempedulikan apakah Kong Hou sebenarnya memiliki bakat kemampuan untuk berkultivasi atau tidak, Wang Tong sudah memanggilnya murid.
Kong Hou mendongakkan kepalanya dan melihat terdapat banyak bintang-bintang indah yang bermunculan di langit. Bintang-bintang ini menari-nari dan berloncatan di langit dan akhirnya berubah menjadi hujan meteor dan jatuh ke bawah. Ia ulurkan tangan untuk menangkapnya, tetapi ternyata cahayanya menjadi pudar dan kemudian menghilang tak berwujud.
Di jalanan, orang-orang tak terhitung jumlahnya bersorak sorai, sangat meriah.
Bintang-bintang berkelap kelip sangat lama, dan Kong Hou memandangnya terus-menerus. Seumur hidupnya, belum pernah ia melihat pemandangan seindah ini. Tetapi ia tidak mengerti kenapa ada tiga kata ‘Paviliiun Air Hijau’ yang tak henti-hentinya menyala berkedip.
“Tahun ini yang mensponsori pertunjukkan bintang-bintang adalah Paviliun Air Hijau. Memang pantas mereka disebut aliran ilmu obat mujarab yang legendaris, mereka sangat dermawan.”
Mendengar penjelasan dari sosok yang berada di sebelahnya, Kong Hou tiba-tiba tersadar, ternyata orang-orang yang berlatih kultivasi sama dengan manusia biasa, sangat memandang reputasi.
Setelah menerima kabar dari Wang Tong, murid yang datang menjemputnya justru menemukan Wang Tong kini berambut putih namun berwajah muda. Ia sedang berlutut bersama seorang gadis kecil di sudut jalan, tangannya penuh minyak sembari makan daging kelinci, benar-benar tidak menjaga penampilan sama sekali.
Melihat hal ini, sang murid merasa sangat cemas, apakah Guru telah gagal melewati Ujian Hatinya dan telah gagal berkultivasi sampai level Yuan Ying (13), jadinya kini ‘terlanjur basah maka mandi sekalian’?