- Judul Asli: 三生,忘川无殇 (Sansheng, Wangchuan Wu Shang)
- Judul Bahasa Inggris: Sansheng, Death Exists Not at the River of Oblivion
- Penulis: 九鹭非香 (Jiu Lu Fei Xiang)
- Terjemahan / Translation: Indonesia
- List Chapter:
- Sansheng, Wangchuan Wu Shang – Chapter 1 [INDONESIA]
- Sansheng, Wangchuan Wu Shang – Chapter 2 [INDONESIA]
- Sansheng, Wangchuan Wu Shang – Chapter 3 [INDONESIA]
- Sansheng, Wangchuan Wu Shang – Chapter 4 [INDONESIA]
- Sansheng, Wangchuan Wu Shang – Chapter 5 [INDONESIA]
- Sansheng, Wangchuan Wu Shang – Chapter 6 [INDONESIA]
- Sansheng, Wangchuan Wu Shang – Chapter 7 [INDONESIA]
- Sansheng, Wangchuan Wu Shang – Chapter 8 [INDONESIA]
- Sansheng, Wangchuan Wu Shang – Chapter 9 [INDONESIA]
- Sansheng, Wangchuan Wu Shang – Chapter 10 [INDONESIA]
- Sansheng, Wangchuan Wu Shang – Chapter 11 [INDONESIA]
- Sansheng, Wangchuan Wu Shang – Chapter 12 [INDONESIA]
- Sansheng, Wangchuan Wu Shang – Chapter 13 [INDONESIA]
- Sansheng, Wangchuan Wu Shang – Chapter 14 [INDONESIA]
- Sansheng, Wangchuan Wu Shang – Chapter 15 [INDONESIA]
- Sansheng, Wangchuan Wu Shang – Chapter 16 [INDONESIA]
- Sansheng, Wangchuan Wu Shang – Chapter 17 [INDONESIA]
- Sansheng, Wangchuan Wu Shang – Chapter 18 [INDONESIA]
- Sansheng, Wangchuan Wu Shang – Chapter 19 [INDONESIA]
Kehidupan Kedua – Bertemu Meskipun Benci
Bab 10: Di Kehidupan Ini, Kamu Benar-benar Tidak Menyenangkan
Sejak saat itu, aku tak pernah lagi melihat Zhonghua. Dia sepertinya marah kepadaku. Atau lebih tepat nya; di kehidupan ini, dia tidak pernah menyukaiku.
Sementara itu, Chang’an masih terlalu muda, aku tidak bisa mengorek informasi apapun darinya. Meskipun begitu, dia bisa membantu memecahkan teka-teki terbesar di dalam hatiku—
gurunya Zhonghua adalah seorang perempuan.
Perempuan.
Setelah mengetahui akan hal ini, seketika aku merasa seperti telah dikhianati. Jelas-jelas dia hanya memperbolehkan aku untuk menggodanya, dan aku pun telah menggodanya dengan tekun, tetapi dia malah….
Hatiku terasa begitu gundah, sehingga aku tak lagi pergi ke batas penghalang untuk meneriak-neriakkan namanya seperti sebelumnya (TN: kata tepatnya sebenarnya ‘mengaumkan namanya’, ibarat macan betina yang sedang birahi).
Sampai pada suatu hari, langit Liubo tiba-tiba berubah suram. Hawa di udara begitu pekat dengan aura jahat siluman, membuatku tidak bisa tidur. Saat itu aku tahu Hu’yi sedang datang menyerang.
Chang’an geger tidak keruan, persis seperti semut di atas panci panas, berkoar-koar akan sehidup semati dengan Liubo. Aku jengkel dengan nya terus menerus ribut, maka aku tampar dia dua kali hingga dia pingsan, lalu ku kunci dia di dalam pondok. Tak lama setelah aku berjalan-jalan sendirian di hutan, aku segera mendengar suara pertarungan di luar.
Aku menghela napas, kaum manusia benar-benar aneh. Kalau mau saling bunuh, ya bunuh saja, mengapa harus berteriak menangis memilukan seperti itu? Seperti bisa membuat lawan mati tiba-tiba dengan menangis meraung-raung.
“Duar!” terdengar suara ledakan keras. Aku melihat langit di dalam sihir penghalang tiba-tiba menyala terang, kemudian langsung berubah menjadi abu. Ada seseorang yang melayang di udara —berpakaian hitam, berambut panjang, dialah Hu’yi. Pandangannya menelusuri hutan plum, begitu melihatku dia langsung turun ke darat: “Aku tidak pernah suka berhutang kepada orang lain, kau telah membantu membebaskanku, maka kini aku membantu membebaskanmu, setelah hari ini tak ada lagi hutang budi di antara kita.”
Lagi-lagi aku kembali menghela napas, manusia ini, tak heran dia adalah reinkarnasi dari Pendeta Kerajaan. Penyakit kebiasaan untuk berbuat baik kepada orang lain tanpa diminta, masih juga diderita orang ini, sama persis.
Aku baru saja ingin mengatakan bahwa aku tidak akan pergi.
Tapi tiba-tiba aku mendengar ada yang mendengus dingin di belakang: “Kalian jangan bermimpi bisa meninggalkan Liubo.”
Aku berbalik badan dan melihat Zhonghua sedang mengarahkan pedangnya ke arah Hu’yi dengan ekspresi wajah yang dingin: “20 tahun yang lalu, aku telah berbaik hati dan membiarkanmu hidup, tapi kau justru berani menyerang Liubo! Hari ini aku akan menebasmu habis, sampai menjadi tulang dan abu.”
Aku melihat ekspresi wajahnya, dan rasa kesal di hati semakin bertambah. Lalu aku mundur dua langkah dan bersembunyi di belakang Hu’yi, aku memalingkan wajah agar tidak melihatnya.
Hu’yi tertawa sinis, dia menatap ke arah Zhonghua dan berkata: “Aku tidak butuh kebaikan hatimu. Sekarang kau telah menjadi Yang Mulia, sangat mudah bagimu untuk membunuhku. Tetapi bisakah murid-murid Liubo mu menahan serangan para siluman di luar? Semua murid yang berlatih ilmu di Liubo, apakah semuanya sama saktinya denganmu?”
Aura membunuh di wajah Zhonghua terlihat bertambah buas.
Hu’yi kembali berseru: “Zhonghua, kalau kau bersedia memenuhi satu permintaanku, aku memiliki cara agar tidak seorangpun di Liubo akan tersakiti, dan agar semua siluman angkat kaki. Setelah itu pun, akan aku serahkan nyawaku padamu.”
Setelah mendengar perkataannya, jangankan Zhonghua, akupun ikut terkejut. Dia telah mengeluarkan begitu banyak daya upaya untuk menyerang Liubo, hanya demi bisa memiliki alat untuk bernegosiasi dengan Zhonghua? Saat ini, aku merasa sangat penasaran dengan permintaannya.
Zhonghua terdiam sejenak: “Apa itu?”
“Bebaskan dia agar dia bisa bereinkarnasi.” Suara Hu’yi tercekat, sepertinya dia sedang menahan kemarahan dan kesedihan yang besar, “Seharusnya sudah lama dia bisa beristirahat dalam damai. Bebaskanlah dia!”
Mendengar ucapan ini, sorot mata Zhonghua berubah menjadi lebih dingin lagi sebanyak dua tingkat: “Tidak mungkin.”
Hu’yi bertambah geram, kemudian dia berteriak: “Walau bagaimanapun, dia adalah gurumu, dia telah mendidik dan merawatmu hingga tumbuh besar! Tetapi kalian malah mengurungnya selama 20 tahun, kalau dibiarkan terus, roh nya akan menghilang selamanya! Zhonghua, apakah hatimu telah berubah menjadi batu?”
Aku mengangkat alisku, ku pincingkan mataku dan melirik ke arah Zhonghua. Tetapi kulihat wajahnya tetap tanpa ekspresi: “Dia telah mengkhianati Liubo, menjalin cinta dengan siluman, dan menyebabkan bencana besar di Liubo. Berdasarkan peraturan kami, maka dia dihukum dengan dikurung rohnya.”
Dikurung rohnya. Artinya rohnya dikunci agar tidak bisa dibawa kembali ke Alam Arwah, agar tetap tertahan di Alam Fana sampai akhirnya arwahnya terkais sampai habis menghilang. Ini merupakan metode hukuman yang amat kejam bagi roh yang terkurung di Alam Fana, karena begitu arwahnya menghilang, dia tidak akan pernah bisa bereinkarnasi lagi. Namun sihir macam ini sangat umum di Alam Arwah – bahkan bisa dibilang paling umum di antara yang umum – karena yang masuk ke Alam Arwah semua sudah dalam bentuk roh. Lalu setiap arwah yang pernah melakukan kejahatan di Alam Fana akan dihukum dengan sihir ini dan dibawa ke hadapan Yan Wang untuk diadili.
Aku mengira tidak ada seorangpun yang menggunakan sihir ini di Alam Fana, tak disangka ilmu ini diwariskan turun temurun di Liubo.
Dua puluh tahun adalah waktu yang cukup lama untuk bisa membuat sebuah roh musnah sepenuhnya….
Hu’yi mengepalkan tangannya dengan erat.
Aku renungkan sejenak, mengurung roh adalah sesuatu yang tabu, sebuah perbuatan yang melanggar hukum alam. Karena hal ini pun, kini Zhonghua membenci Hu’yi, dan Hu’yi juga membenci Zhonghua, ini pasti lah Ujian Kehidupan Bertemu Meskipun Benci yang harus dihadapinya. Sekarang, kalau Hu’yi tidak bisa membebaskan roh tersebut, tak lama lagi roh itu akan menghilang, dan Zhonghua akan dihukum oleh langit; disambar petir sebanyak 36 kali. Dengan wujud nya saat ini, manusia dengan darah dan daging, disambar satu kali pun juga pasti sudah tidak tahan.
Terpikirkan akan hal ini, aku tepuk pundak Hu’yi: “Roh siapa itu? Kau tahu dia dikurung dimana?”
Hu’yi menoleh dan menatapku, Zhonghua juga melihat ke arahku dengan pandangan penuh rasa benci: “Aku sarankan kau untuk tidak ikut campur.”
Bibirku cemberut, dan dalam hati berpikir; Moxi di kehidupan ini benar-benar tidak menyenangkan. Tetapi, apakah hanya karena Moxi di kehidupan ini tidak baik, lantas aku membiarkan dia gagal melewati Ujian Kehidupannya kali ini? Jika dia sampai disambar petir di kehidupan ini, lalu siapa yang akan aku goda di kehidupan berikutnya?
Aku tatap Hu’yi dan bertanya sekali lagi: “Dia berada dimana?”
Mata Hu’yi seketika berbinar, dia telah melihat kekuatanku yang mampu menghancurkan Pagoda Seribu Kunci dengan sekali lambaian tangan. Apalagi sekarang dia sedang merasa hampir putus asa, tidak ada pilihan lain selain mempercayakan hal ini padaku. Dia kemudian menunjuk ke arah sebuah menara tinggi yang megah, terletak tidak jauh dari tempat kami berada: “Di puncak Menara Sejuta Tingkat. Tetapi saat itu dia dikenakan sihir, dan juga setelah dia terbebas dari kurungan sihir, dia masih harus dikawal untuk mencari jalan.…”
Pagoda Seribu Kunci, Menara Sejuta Tingkat, menamakan nya seperti ini, apakah dimaksudkan supaya mereka tidak akan pernah bertemu lagi….menurutku, ini terlalu kejam. Aku tepuk-tepuk pundak Hu’yi, agar pikirannya tenang, dan aku juga melirik ke arah Zhonghua yang terlihat semakin ganas: “Hambat dia.” Suara pertarungan berlangsung di belakang ku seraya aku mengarah ke Menara Sejuta Tingkat. Aku mengabaikan mereka, dan hanya berharap Hu’yi mampu menahan Zhonghua sedikit lebih lama.
Aku terlahir di Alam Arwah, dan meskipun aku tidak bertugas untuk mengawal roh dari Alam Fana, tetapi secara alami aku tahu bagaimana cara mengawal arwah. Hanya mungkin kurang sentuhan profesional saja….
Setelah aku tiba di puncak Menara Sejuta Tingkat, di tengah ruangan luas yang kosong, terdapat sebuah meja dupa dengan sebuah papan nama leluhur di atasnya yang tidak bertuliskan apa-apa; tanpa nama. Tetapi semua terlihat sangat bersih, sepertinya sering ada yang datang untuk membersihkan tempat ini.
Aku mencari-cari sekeliling, tetapi benar-benar tidak menemukan guru Zhonghua yang dikurung di sana. Ketika aku sedang menggaruk-garuk kepala, tiba-tiba ada cahaya kecil yang bersinar dari arah atas kepalaku. Aku mencari sumber cahaya tersebut dan melihat ada sebuah lilin yang diletakkan di atas balok di langit-langit. Terdapat sebuah lukisan di atas cahaya lilin, sepertinya lukisan seseorang.
Aku melompat ke atas balok, dan memperhatikan lukisan itu secara seksama.
Lukisan tersebut menggambarkan sosok dari belakang seorang wanita yang mengenakan pakaian putih. Model pakaiannya tidak jauh berbeda dengan yang dikenakan para pendeta di tempat Zhonghua di masa sekarang. Wanita tersebut sedang menggenggam sebatang pohon bunga plum, dan badannya mencondong ke depan seperti sedang mencium wanginya.
Jantungku berdebar.
Kalau bukan karena tulisan di bawahnya: ‘Digambarkan di tahun ke 10 Zhengwu, di Shili Pavilion di Liubo.’ Aku pasti mengira ini adalah lukisan yang dibuat oleh Moxi dari kehidupan sebelumnya untukku, yang disimpan dan bertahan sampai sekarang.
Kalau semua kejadian sebelumnya bisa kita kaitkan, tidak sulit untuk ditebak, wanita di dalam lukisan ini pasti adalah gurunya Zhonghua.
Gurunya ternyata begitu mirip denganku….kalau aku pikirkan seperti ini, perasaan seperti dikhianati yang kurasakan sebelumnya, menjadi langsung menghilang.
Lukisannya ada di sini, berarti…aku mengulurkan tangan untuk menyentuh lukisan itu, namun sebuah cahaya emas bersinar mementalkan ku.
Medan penghalang.
Roh wanita itu pasti dikurung di dalamnya. Aku kumpulkan kekuatan spiritual di telapak tanganku, dan aku hantam medan penghalang tersebut. Cahaya emas berpendar dua kali lalu menghilang. Dengan perasaan senang aku menurunkan lukisan itu. Seperti yang telah kuduga, di dalam nya terdapat kumpulan materi berwarna putih.
Dari pengalamanku, aku telah melihat banyak macam roh sebelumnya, tetapi aku tidak pernah melihat roh yang selemah ini. Sepertinya, kalau aku telat datang beberapa hari saja, roh ini pasti sudah menghilang tak tersisa. Aku ucapkan mantra yang dengan mudah melepaskan sihir yang mengurung roh ini. Ku letakkan dia di telapak tanganku lalu ku hembuskan energi kepadanya, agar dia tidak terhambur dalam perjalanannya menuju Alam Arwah.
Aku membawanya ke puncak menara, lalu kulepaskan dia di angkasa. Tetapi dia tidak segera pergi, hanya melayang-layang di udara, sepertinya ia masih ingin berada di Liubo.
Aku berkata padanya: “Segeralah pergi, segala hal di kehidupan ini telah menjadi masa lalu, meskipun sulit untuk melepaskannya, kamu tidak bisa kembali lagi.” Kemudian ku tambahkan, “Para hantu di Alam Arwah semuanya baik-baik. Kamu bilang saja kalau kamu kenal dengan Sansheng. Mereka mungkin bisa membantu memperlancar perjalananmu.”
Roh itu masih ragu-ragu untuk beberapa saat, dan justru melayang ke bawah secara perlahan. Aku perhatikan dia dengan seksama, kemudian ku lihat dia melayang-layang menuju ke arah tempat Zhonghua tinggal.
Dari sini pemandangan nya sangat jelas, aku bisa melihat sosok Zhonghua dan Hu’yi bertarung dari kejauhan. Hu’yi terlihat jelas dalam posisi yang lebih lemah, tetapi dia mengerahkan seluruh kekuatannya dengan mati-matian, sehingga Zhonghua tidak mampu melepaskan diri meskipun hanya untuk sesaat. Merasa terperangkap, Zhonghua mulai terlihat kesal, maka ia hunuskan pedangnya dengan garang.
Hu’yi ingin menghindar, tetapi kemudian tubuhnya bergetar hebat, dan dia pun tidak menghindari pedang Zhonghua, dan justru membiarkan bilah pedang yang dingin itu masuk menembus dada dan menusuk jantungnya.
Rasanya, aku tahu siapa yang dia lihat tadi. Aku pun tahu, bibirnya saat ini pasti sedang tersenyum.
Aku lambai-lambaikan tanganku ke arah sepasang roh itu untuk mengantar mereka menuju perjalanan untuk bereinkarnasi. Kini mereka bisa bersama-sama melihat bunga-bunga Amarilis yang bermekaran, dan mungkin mereka akan mengukirkan nama mereka pada wujud batuku.
Aku berdiri di puncak Menara Sejuta Tingkat dan melihat mereka pergi. Ketika aku alihkan pandanganku, aku kini malah mendeteksi aura membunuh yang buas mengarah kepadaku. Dari kejauhan aku bisa melihat Zhonghua menatapku dengan mata melotot menakutkan. Seketika aku teringat akan kalimat yang ia ucapkan untuk pertama kalinya kepadaku ketika bertemu di kehidupan ini: “Kalau kau bukan bangsa kami, maka kau berbeda.”
Tampaknya, di kehidupan ini aku memang ‘berbeda’ sedikit dengan nya. Pertama, aku telah menghancurkan Pagoda Seribu Kunci, kemudian aku membebaskan siluman Hu’yi, lalu aku menyebabkan sekelompok siluman untuk menyerang Liubo, dan sekarang aku telah melepaskan roh gurunya, sehingga guru yang dicintainya bisa pergi bereinkarnasi bersama Hu’yi.
Yang Mulia Zhonghua pastilah amat membenciku setengah mati.
Aku tersenyum kepadanya, tetapi ujung mataku kemudian melihat ke arah hutan bunga plum, dan aku melihat sebuah sosok siluman ular telah membuka pintu pondok kayu ku. Hatiku terkesiap. Chang’an ada di dalam!
Tak ada waktu yang bisa terbuang, aku segera melesat ke arah pondok kayu itu. Begitu aku masuk, aku langsung melihat Chang’an sedang berbaring di atas tempat tidur, badannya meronta-ronta, dan dari mulutnya masih terlihat ujung ekor kuning siluman ular yang sedang bergoyang-goyang mengerikan.
Siluman ular jenis ini paling suka memakan organ tubuh anak-anak kecil. Mereka akan merayap masuk lewat mulut anak-anak dalam wujud asli mereka dan memakan semua organ tubuh di dalam sampai habis.
Aku maju dua langkah dan menahan Chang’an; satu tangan ku menahan leher Chang’an, sementara tanganku yang lain menggenggam ekor ular kuning itu. Aku alirkan kekuatan kegelapan ke ular itu dengan sekali terjang dan menyerangnya sampai mati di dalam perut Chang’an, kemudian dengan perlahan aku tarik siluman ular itu keluar dari dalam mulutnya.
Mendadak aku merasakan dingin di punggung, dan aku mendengar suara tikaman menembus tubuhku.
Aku menengok ke bawah dan melihat sebilah pedang telah menembus perutku.
Saat itu, rasa sakit belum terasa, aku justru penasaran, siapa yang begitu ingin membunuhku.
Begitu aku berbalik, aku melihat Zhonghua menatapku penuh ancaman: “Jangan kau sakiti murid Liubo….” Belum selesai ia bebicara, dia lalu melihat seekor siluman ular kuning yang sudah mati di dalam genggaman tanganku, dan kedua bola matanya seketika menciut.
Kini di dalam pondok hanya ada suara keheningan, dan suara Chang’an yang membalik kan badannya lalu muntah. Tidak terlalu lama setelah muntah, dia kemudian hilang kesadaran dan pingsan.
“Dia begitu mirip dengan kamu yang dulu, aku tidak tega.” Sembari mengucapkan kata-kata ini, tubuhku berangsur rubuh ke tanah. Di ujung tenggorokan ku muncul rasa manis metalik, “Aku bukan siluman.”
Jika yang digunakannya adalah pedang dari dunia fana, aku tidak akan merasakan apa-apa meskipun ditusuk beberapa kali lagi. Tetapi pedang yang digunakan Zhonghua merupakan warisan dari leluhur Liubo, penuh dengan energi murni di dalamnya. Bagi makhluk spiritual dari Alam Arwah sepertiku, benda ini ibarat musuh alami.
Aku mulai merasakan energi di dalam tubuhku menghilang secara perlahan, dan sampai akhirnya aku tidak bisa menahan diri untuk menggenggam lengan bajunya. Aku tersenyum jengkel: “Di kehidupan ini, kamu benar-benar tidak menyenangkan.”
Dia hanya tercengang berdiri di sana, tidak ada reaksi apa pun.
“Tapi hari itu….saat kamu berbaring di pangkuanku dan memanggil ku ‘guru’, hati ku….hati ku terasa hancur.”
Rasa sakit mulai datang, selain rasa perih di tempat luka tusukan, juga ada rasa terbakar yang berasal dari energi pedang dan hawa kegelapan dari tubuhku yang saling menggigit. Aku genggam lengan bajunya erat-erat, dan dia tiba-tiba tersadar, dia raih kakiku dan membopongku keluar: “Di aula ada obat.”
Mungkin aku hanya berhalusinasi, tetapi aku merasa sepertinya orang yang sedang membopongku saat ini, langkah kakinya seperti terhuyung-huyung, sangat berbeda dengan langkahnya seperti biasa yang mantap dan dingin.
Orang ini, kenapa hidupnya penuh dengan kontradiksi.
Pandanganku semakin lama semakin kabur.
Setelah sihir penghalang menghilang, salju putih di hutan bunga plum perlahan mencair, bunga-bunga plum juga pelan-pelan berubah layu. Kebun itu kini terlihat suram.
Aku memincingkan mata untuk melihat sosok bayangnya dan tersenyum ceria: “Apakah kamu tahu mengapa aku menyukai harum wangi yang tersemat di kilauan salju?” Aku bertanya dengan suara pelan, bahkan aku sendiri tidak bisa mendengarnya. Tetapi tiba-tiba langkahnya terhenti, dia menolehkan kepalanya untuk menatapku, emosi meluap-luap berputar di matanya yang gelap.
Saat itu aku mengira dia telah mematahkan mantra ‘Ramuan Melupakan’ nya Mengpo dan bisa mengingat kembali masa yang lalu. Namun kemudian pandanganku berubah gelap, dan dalam kegelapan kembali kulihat duo kenalan lama ku.
Di telingaku, masih bisa kudengar hal terakhir yang kuucapkan: “Bisakah kamu memanggil namaku?”
Dia terdiam, tak berkata-kata.
Ternyata dalam kehidupan ini, dia bahkan tak tahu siapa namaku….