Novel TranslationSansheng, Wangchuan Wu ShangSansheng, Wangchuan Wu Shang Translation - Chapter 19

Sansheng, Wangchuan Wu Shang Translation – Chapter 19 [INDONESIA]

author Jiu Lu Fei Xiang - Sansheng, Death Exists Not at the River of Oblivion
Jiu Lu Fei Xiang – author of Sansheng, Death Exists Not at the River of Oblivion

Cerita Bonus 3 – Kematian Dewi Si Ming Xingjun

Si Ming telah mati.

Sebenarnya tidak bisa dibilang mati. Dia hanya tidak sengaja terjatuh dari Beranda Suxian——lalu tertidur.

Di bawah Beranda Suxian terdapat sebuah kolam indah terbuat dari batu, berisikan anggur berumur puluhan ribu tahun yang teramat harum, tetapi juga sangat memabukkan. Bahkan jika seorang dewa terlalu banyak meminumnya, dia akan tertidur selama ribuan tahun.

Si Ming Xingjun kebetulan jatuh ke dalam kolam ini, dan semua orang tahu kalau Si Ming tidak bisa berenang. Kecuali dia bisa minum habis air di dalam kolam sampai bola matanya berubah putih semua, dia tidak akan bisa mengapung ke permukaan sendiri. Oleh karena itu, ketika penjaga kolam menemukan Si Ming ‘tenggelam’ dalam kolam anggur dan bersusah payah menarik beliau keluar, saat itu Si Ming sudah tidak sadarkan diri.

Setelah dokter memeriksa denyut nadi Si Ming, beliau memperkirakan Si Ming Xingjun akan bangun kembali paling tidak setelah enam atau tujuh ribu tahun lagi.

Enam atau tujuh ribu tahun bukanlah waktu yang terlalu lama untuk makhluk abadi seperti para dewa dewi, tetapi tugas Si Ming adalah mengurus pernasiban dan takdir di tiga alam, dan juga bertugas untuk menulis alur cobaan Ujian Kehidupan bagi mereka yang harus melewatinya. Posisi yang paling penting dari semua yang penting. Di tiga alam ini, tidak bisa ada satu haripun tanpa adanya Si Ming Xingjun, apalagi enam atau tujuh ribu tahun.

Para dewa dewi tidak mampu menahan rasa panik, dan semua menyalahkan Si Ming kenapa ia begitu ceroboh. Di saat semua sedang kalang kabut tidak tahu mesti berbuat apa, seorang dewi cantik berucap dengan suaranya yang pelan, bahwa sebelum Si Ming jatuh dari Beranda Suxian sepertinya dia melihat Si Ming sedang bersama Sansheng, istri dewa Moxi yang baru saja dinikahinya. Keduanya tampaknya sedang memiliki perselisihan, wajah mereka tidak tampak gembira.

Begitu perkataan ini terucap, semua orang terdiam dan mulai saling bertatap-tatapan, tetapi tidak ada seorang pun yang berani tampil maju ke depan dan memperjelas situasi.

Dewa Perang sebenarnya adalah seorang dewa yang adil dan bijaksana, tetapi jikalau menyangkut istrinya Sansheng, beliau justru sangat tidak imbang. Siapapun tidak boleh berkata sepatahpun yang tidak mengenakkan tentang dia.

Semua terdiam cukup lama, sampai akhirnya keheningan itu terpecahkan oleh Dewa Bangau yang datang diutus oleh Kaisar Langit.

“Bagaimana ini? Apakah kalian akan membiarkan Dewi Si Ming terbaring begitu saja? Kalian tidak membantunya agar bisa segera bangun kembali!? Benar-benar segerombolan orang-orang yang tidak punya mata!” Hardik Dewa Bangau kepada para Ajudan yang berdiri di samping kolam anggur, dia kemudian melanjutkan: “Bagaimana Si Ming bisa mabuk begini? Dewa mana yang bisa tersandung dan jatuh ke dalam kolam anggur?”

Setelah semua orang kasak kusuk tak keruan, dewi cantik tadi mengulangi kembali ucapannya.

Dewa Bangau mendengarkan, lalu terdiam sesaat: “Kalau begitu kenapa tidak segera mencari Sansheng dan meminta kejelasan?”

Tidak ada seorangpun yang bergerak.

Dewa Bangau mendengus: “Jangan bilang kalian semua takut dengan dia?” Ia kibaskan lengan bajunya lalu pergi dengan kesal.

Istana Dewa Perang dikelilingi oleh pohon bunga plum sejauh radius 10 li (1 li = 500 meter) dan diselimuti oleh sihir musim dingin. Bunga plum merah tumbuh dengan bangga di tengah salju yang bersih. Dalam radius 10 li semua dipenuhi oleh bunga plum merah dan aroma mewanginya, sehingga mengurangi aura khidmat istana Dewa Perang, namun memberikan tambahan sentuhan elegan.

Dewa Bangau berjalan melewati lautan bunga plum ini menuju istana Dewa Perang. Seorang pelayan memberitahunya bahwa Dewa Perang dan istrinya sedang berada di belakang menikmati pemandangan bunga plum. Dewa Bangau mengerutkan keningnya, dan meminta pelayan memandunya ke belakang.

Belum lah dia sampai ke tempat tujuan, tiba-tiba terdengar suara seorang wanita sedang berbicara: “Moxi jangan bergerak, lukisannya selesai sebentar lagi, tinggal aku beri warna sedikit pada bibirmu.”

Terdengar suara menghela napas, diikuti oleh suara rendah seorang pria: “Sansheng, yang sedang kamu lukis adalah punggungku.”

“Betul.”

“Kenapa bisa kelihatan bibirnya?”

“Tak kelihatan kok.” Wanita tadi menjawab terus terang, “Lalu, memang kenapa, aku ingin wajahmu kelihatan.”

Dewa Bangau diam-diam merenungkan percakapan ini, benar-benar tidak terbayang betapa mengerikannya lukisan punggung seseorang yang juga kelihatan mukanya. Dia menunggu pelayan masuk untuk memberitahukan kunjungannya, lalu ia ikut melangkah masuk ke aula.

Pemandangan di hadapannya membuat Dewa Bangau terkejut. Dewa Moxi yang biasanya tampak serius dan dingin, saat ini sedang bersandar pada sebuah pohon bunga plum dan berdiri di bawah bunga plum merah. Sementara tangannya memutar-mutar sekelopak bunga plum seperti sedang menikmati aromanya. Raut wajahnya yang tenang dan lembut adalah sesuatu yang belum pernah dilihat oleh Dewa Bangau. Tak jauh dari sana, Sansheng istrinya, yang mukanya celemongan berlumuran tinta, sedang memegang kuas dan melukis di atas kertas.

Melihat dia masuk, Sansheng cepat-cepat menyeka wajahnya dua kali, yang justru membuat mukanya cemong lebih parah lagi. Dia letakkan kuasnya dan berkata: “Moxi, sambut tamunya.”

Pembuluh darah di kening Dewa Bangau berkedut-kedut.

Tuan rumah yang semestinya serius ternyata menurut dengan kata-kata wanita ini dan si tuan rumah melangkah mendekat dengan perlahan, kemudian berkata dengan air muka yang tidak berubah: “Dewa Bangau ada keperluan apa telah meluangkan waktu untuk datang berkunjung?”

Dewa Bangau memberi hormat kepada Moxi: “Tuan Dewa mungkin belum tahu, hari ini Si Ming Xingjun kurang berhati-hati dan tergelincir jatuh ke dalam kolam anggur. Beliau kemudian minum terlalu banyak anggur di kolam, lalu sekarang ia tertidur tidak bisa bangun. Menurut diagnosa dokter, Si Ming Xingjun paling tidak akan tertidur selama enam atau tujuh ribu tahun.”

Moxi mengangguk-anggukkan kepalanya: “Si Ming benar-benar terlalu ceroboh.”

“Tetapi ada yang mengatakan bahwa sebelumnya ia melihat Sansheng…..Dewi Sansheng, sedang bersama-sama dengan Si Ming Xingjun, dan sepertinya mereka sedang bertengkar.”

Moxi berjalan ke sisi Sansheng dan membantu menghapus tinta di mukanya dengan lengan bajunya, sembari berkata dengan tenang: “Dia sepertinya salah lihat, hari ini Sansheng bersama denganku seharian.” Sansheng meraih lengan baju Moxi, dan mengubur wajahnya di bahu Moxi, kemudian menyeka wajahnya dengan sembarangan. Moxi tentu saja tidak menghentikan tingkah laku Sansheng yang terlihat mesra, dan dengan senang hati membiarkan Sansheng membuat lengan bajunya kotor untuk membersihkan wajahnya.

Dewa Bangau mengamati kemesraan di antara keduanya sejenak, kemudian sudut mulutnya menyunggingkan senyum risih: “Berhubung Tuan Dewa sudah berkata begitu, maka dewi yang berkata demikian telah salah lihat. Hamba menyampaikan permintaan maaf kepada Dewi Sansheng. Hamba pamit dahulu.”

“Tunggu dulu.” Tiba-tiba Moxi memanggil Dewa Bangau, “Si Ming akan tertidur selama enam atau tujuh ribu tahun, lalu siapa yang akan mengerjakan tugasnya?”

“Kaisar langit tentu akan mengaturnya.”

“Hmmm, mohon Dewa Bangau menyampaikan kepada Kaisar Langit, istriku Sansheng gemar membaca buku cerita, dia memiliki banyak ide yang bisa digunakan untuk penulisan nasib, tidak kalah dengan Si Ming.”

Raut muka Dewa Bangau sekilas terlihat terkejut lalu ia melihat ke arah Sansheng sesaat dan berkata: “Hamba akan mengingat hal ini dengan baik dan pasti akan menyampaikannya kepada Kaisar Langit.”

Setelah Dewa Bangau pergi, barulah Sansheng mengangkat wajahnya dari dada Moxi, matanya tersenyum cerah: “Benar-benar tidak disangka, ternyata Moxi bisa berbohong dengan wajah serius tanpa berkedip seperti ini!”

Moxi mengusap rambut di kening Sansheng, lalu berkata dengan senyum simpul: “Kamu masih bisa menggodaku? Kalau bukan karena aku melihat kalian berdebat terlalu serius, mana mungkin aku membuat dia tergelincir?”

Sansheng menghela napas: “Aku merasa tidak enak terhadap Si Ming Xingjun. Hanya karena suatu perdebatan kecil, aku telah menyebabkan dia tertidur selama enam atau tujuh ribu tahun.”

Moxi tergelak: “Sansheng, kamu pikir dewa mana yang sebodoh itu? Kalau melihat kemampuan Si Ming, seharusnya dia tidak akan terjatuh ke dalam kolam akibat perbuatanku.”

Sansheng mengedip-ngedipkan matanya: “Apakah dia sendiri yang ingin jatuh ke kolam? Kenapa?”

Moxi menatap ke arah kediaman Kaisar Langit dan berkata: “Kabarnya baru-baru ini Si Ming pergi menemui Kaisar Langit lagi untuk menyatakan cintanya.”

Sansheng terperangah: “Si Ming menyukai Kaisar Langit?”

Moxi tersenyum: “Kamu akan tahu sendiri cerita-cerita menarik di Alam Dewa setelah lama tinggal di sini. Sepertinya pengakuan Si Ming kali ini ditolak oleh Kaisar Langit dengan agak kejam sedikit, sangat melukai perasaannya…..biasanya dia cukup dekat denganku, jadi aku kurang lebih bisa tahu apa yang dipikirkannya.”

“Apa yang dipikirkannya?”

“Si Ming pada dasarnya adalah seorang wanita yang menyukai kebebasan, sudah lama dia merasa bosan dengan tugasnya. Alasan mengapa ia menetap di Alam Dewa hanyalah karena perasaannya terhadap Kaisar Langit. Sekarang perasaannya itu telah hancur ditolak, tentunya dia menginginkan ada jalan keluar dari posisi ini. Setelah mabuk selama beberapa ribu tahun, dunia jelas akan berubah, dan posisi ini pasti sudah ada yang menggantikan, dia bisa bebas.”

Sansheng mengangguk-anggukkan kepala, meskipun sepertinya dia tidak mengerti. Setelah ia renungkan sebentar, ia menatap ke arah Moxi: “Si Ming begitu tidak suka dengan posisi ini, berarti posisi ini tidak enak, lalu mengapa kamu menyeretku masuk ke lubang ini?”

Moxi lama merenung: “Mengapa kamu berdebat dengan Si Ming?”

Setelah disinggung masalah ini, Sansheng langsung emosi, dalam sekejap melupakan masalah yang dia tanyakan: “Moxi masih ingat Chang’an?” Moxi mengangguk, lalu Sansheng melanjutkan penuh semangat, “Hari ini aku melihat Si Ming menuliskan Ujian Kehidupan bagi mereka-mereka yang akan naik ke Alam Dewa dan kebetulan aku melihat nama Chang’an. Dia telah berhasil berkultivasi dan akan melalui Ujian Kehidupannya untuk bisa naik ke Alam Dewa.”

“Mmn.” Moxi menanggapi dengan acuh tak acuh dan mengalihkan pandangannya ke lukisan yang dibuat Sansheng. Dia tidak ingin mendengarkan Sansheng bercerita kepadanya urusan pria lain dengan penuh semangat.

Sansheng tidak memperhatikan ekspresi wajah Moxi, dan melanjutkan: “Ini adalah suatu hal yang baik, aku pun merasa sangat senang. Tetapi Si Ming justru memberitahukan kepadaku bahwa dia akan memberikan Chang’an sebuah Ujian Asmara, dan akan membuat Chang’an jatuh cinta kepada Bai Jiu yang sudah bau tanah! Agar ia bisa merasakan cinta pahit yang tidak akan pernah bisa terucap.”

Moxi mengangguk seperti ini adalah hal biasa, ini memang sesuatu yang bisa diperbuat oleh Si Ming.

Sansheng menggebrak meja dengan geram: “Bai Jiu adalah musuh kita! Bagaimana bisa dia membiarkan Chang’an menyukai sampah macam itu!”

Musuh kita, dia mengatakan ini dengan lancar, Moxi senang mendengarnya, dia melihat ke arah Sansheng, dan bertanya dengan penuh kehangatan: “Kamu ingin bagaimana?”

“Tentu saja aku tidak bisa membiarkan Bai Jiu menikmati buah yang manis! Chang’an adalah anak yang begitu cakep dan lezat, kalau ingin makan, akulah yang harus mencicipi dahulu…..”

Mata Moxi melirik ganas, Sansheng mengalihkan pandangannya dan langsung membenarkan ucapannya: “Kalau ada yang ingin makan dia, maka harus meminta persetujuanku dahulu! Lalu aku teringat Chang’an memiliki saudara seperguruan, maka aku memberikan usulan ini kepada Si Ming, bukankah lebih baik agar Chang’an memiliki jalinan cinta dengan Chang Wu? Tetapi menurut Si Ming ini jadi bukan Ujian Asmara. Karena itulah aku mulai berdebat dengannya.” Sansheng menggelengkan kepalanya sembari menghela napas, “Tidak disangka Si Ming bisa cepat memutar otak, selagi berdebat denganku pun bisa terpikirkan rekayasa ini.”

Moxi memikirkan sejenak permasalahan sebelumnya, lalu tiba-tiba mengungkit kembali hal yang tadinya dilupakan: “Akhirnya Ujian Kehidupan Chang’an diuputuskan menjadi seperti apa?”

Sansheng terdiam sejenak: “Sepertinya kertas itu terbawa Si Ming tercebur ke dalam kolam…..”

Moxi menghela napas sembari mengusap alisnya: “Naik menjadi dewa sebenarnya hanya melalui sebuah Ujian Kehidupan kecil, tetapi gara-gara kalian sekarang dia harus melewati Ujian Langit. Ujian yang diberikan dari langit, kalau bisa lulus maka bisa menjadi dewa, tetapi kalau gagal maka dia akan masuk ke dalam kegelapan. Sansheng, bercandamu keterlaluan.”

Sansheng terperanjat sejenak, air mata mulai berkumpul di matanya lalu dia berkata dengan wajah yang mengundang rasa iba: “Moxi, apakah aku akan dihukum?”

Apapun kekesalan yang tadinya ia rasakan, kini lenyap menghilang begitu melihat sepasang mata ini. Moxi tertawa lembut dan mengusap-usap kepala Sansheng: “Tidak akan dihukum, ada aku.”

Tujuan Sansheng adalah memang agar Moxi mengucapkan perkataan ini, tetapi saat Moxi benar-benar mengucapkan perkataan yang dia harapkan, Sansheng justru tertegun. Dia seka air matanya, dan mendorong dada Moxi dengan jarinya, kemudian ia berbisik menuduhnya: “Moxi, kamu begitu memanjakanku, lama-lama aku akan beneran menjadi manja.”

Jemari Moxi membelai pipi Sansheng dengan lembut: “Sansheng ku boleh bersikap manja.”

Sansheng hanya bisa tercengang menatap Moxi.

Wangi bunga plum merah merasuki hidung, Sansheng mendadak menanyakan hal yang merusak suasana:

“Mengapa aku harus mengerjakan pekerjaan Si Ming?”

Moxi mengedip-ngedipkan matanya, kemudian ia tersenyum: “Ternyata masih belum lupa akan hal ini. Tetapi memang temperamen keras seperti batu inilah yang membuatku jatuh cinta.”Setelah bergumam kepada dirinya sendiri, Moxi bertanya kepada Sansheng dengan lembut, “Menurut Sansheng, apakah aku bisa menjadikanmu sebagai segalanya bagiku?”

Sansheng menggelengkan kepalanya.

Sejak dulu dia tahu, Moxi memiliki ambisi dan cita-citanya sendiri. Tidak ada satu hal yang bisa menjadi segalanya baginya.Tetapi Moxi yang seperti inilah yang dicintai Sansheng. Pertama kali yang dia sukai dari Moxi adalah gaya berjalannya di tepi sungai Huangquan yang penuh percaya diri.

Moxi berkata: “Di seluruh sembilan lapis Alam Dewa, aku memiliki tugas sebagai Dewa Perang, dengan kewajiban yang tak terhitung, tapi Sansheng justru meninggalkan Alam Arwah demi aku. Kamu meninggalkan semuanya dan ikut naik ke Alam Dewa. Selain aku, kamu tidak memiliki apapun lagi disini.”

Sansheng tertegun, baru terpikirkan olehnya ternyata begitu banyak yang ia korbankan untuk bisa menikahi Moxi. Untuk sesaat ia merasakan kebesaran hati dirinya sendiri, lalu ia menepuk bahu Moxi sembari berkata: “Kamu harus memperlakukanku dengan baik!”

Moxi tidak tahu mesti menangis atau tertawa, ia genggam tangan Sansheng dan melanjutkan perkataannya: “Tetapi aku tidak tega kalau seperti itu. Dengan kepribadian sepertimu, tidak seharusnya hidupmu hanya mementingkan aku. Aku ingin kamu menempati posisi Si Ming, pertama adalah agar kamu bisa cepat membaur dengan para dewa dewi, dan memiliki tumpuan di Alam Dewa. Kedua….meskipun suatu hari nanti aku sudah tidak ada, aku ingin Sansheng bisa hidup dengan baik di Alam Dewa.”

Sansheng merenungkan apa yang dikatakan Moxi: “Yang kamu katakan benar, aku memang harus menemukan kegiatan yang bisa aku kerjakan. Tetapi kalau suatu hari kamu tidak ada lagi, aku pasti akan ikut pulang denganmu.”

Moxi membelai rambut Sansheng dan tersenyum lembut: “Rambutmu sudah semakin panjang.”

“Hah? Betulkah? Air di Alam Dewa benar-benar ampuh menyuburkan rambut! Sebentar lagi rambutku akan lebih panjang daripada rambut Si Ming.”

“Mmn.”

“Moxi, mari kita jenguk Si Ming.”

“Kasih lihat dulu lukisanmu padaku.”

“Mmm……….lebih baik kita lihat Si Ming dulu.”

“Lihat lukisan dulu.”

“Moxi, aku sedang bertingkah imut.”

“…………..”

“Ayo berangkat, kita jenguk Si Ming.”

Angin semilir berhembus, cabang pohon bunga plum merah yang harum bergoyang. Pemandangan ini menghiasi senyuman pada wajah pria dan wanita yang sedang berada di halaman itu ibarat sebuah lukisan indah yang penuh kedamaian.

 

TAMAT…..BENAR-BENAR TAMAT

 

TN: Akhirnyaaaa….. cerita bonus ditutup dengan memperlihatkan Moxi yang begitu memanjakan Sansheng. Manisnya kebangetan sampe diabetes! Berikutnya aku akan memulai terjemahan cerita baru yang juga merupakan salah satu novel Cina favoritku. Sampai jumpa Moxi dan Sansheng, semoga kalian selalu berbahagia (∩˃o˂∩)♡

The Dewi
The Dewi
"I am so clever that sometimes I don't understand a single word I'm saying"

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here


error: Content is protected !!